Pak Suwono di makam Mbah Andong (Foto : Novi BMW, 03/04/2014) |
MAKAM MBAH ANDONGSARI
Makam Mbah Andong-sari terletak di Kelurahan Ledok Kulon, Kec. Kota Bojonegoro. Penelusuran tentang Kirab Pusaka Mbah
Andongsari tidak lepas dari sosok Pak Suwono (71), pria tamatan SR (SD) ini merupakan Juru Kunci Senior area makam Mbah Andongsari. Siapapun pengunjung Makam Mbah Andongsari akan di sambut ramah dan mengantarkan terlebih dahulu untuk berdoa dimakam. Pria yang diangkat sebagai pejabat Modin di Kelurahan Ledok Kulon ini pun bercerita sering menerima tamu dari para Pejabat, baik siang maupun malam untuk berbagai keperluan ke Makam Mbah Andongsari.
LEGENDA MBAH ANDONG DAN
MBAH SARI
Dahulu pada waktu Tumenggung Metahun
menjadi bupati di Ngrawan (sekarang menjadi dukuh dalam Desa Ngraseh, Kec.
Dander), ia balelo (tidak mau di
atur) tidak mau menghadap ke Mataram.
Sultan Mataram kemudian menyampaikan
surat kepada Panembahan Madura, agar tumenggung Metahun menghadap ke Madura.
Sesampainya Tumenggung Metahun di Madura, ia menghadap Panembahan Madura, namun
terjadi perselisihan hingga panembahan meninggal dunia.
Tumenggung Metahun melarikan diri dari
Madura dengan menyamar, berpakaian layaknya peminta-minta, kemudian membawa
tongkat dan terbang (alat musik) mengamen Kentrung. Prajurit Madura pun terus
memburu Tumengung Metahun hingga ke Ngrawan.
Tambangan di dekat Makam Mbah Andong-sari (Foto : Novi BMW, 12/05/2014) |
Tumenggung Metahun yang mengembara
sebagai pengamen Kentrung akhirnya sampai di Desa Ledok Kulon (sekarang di Kota
Bojonegoro). ia menikah dengan seorang wanita bernama Sari. Selama di Ledok
Kulon, Pangeran Dalem (Tumenggung Metahun) bekerja sebagai pemain Kentrung dan
menjadi tukang tambang (pengemudi
rakit/perahu penyebrangan di Sungai) di Bengawan Solo. Setiap ada masyarakat
yang menyebrang, mereka tidak di pungut biaya sepeserpun. Jadilah masyarakat
semakin senang terhadap kehadirannya. Selama di Ledok Kulon, Tumenggung Metahun
menggunakan nama Mbah Andong.
Berdasarkan penuturan Pak Suwono,
diceritakan bahwa pernikahan antara Mbah Andong dan Mbah Sari tidak dikaruniai
keturunan. Suatu hari Mbah Sari memiliki permintaan kepada Mbah Andong, yaitu Jarik Parang Rusak (batik) dan Stagen biru. Padahal kedua jenis pakaian
itu adalah pantangan bagi Mbah Andong. Karena Mbah Sari terus merajuk akhirnya
permintaanya itu pun dipenuhi, namun Mbah Andong terlanjur mengucap janji, jika
ia telah meninggal dunia, maka makamnya tidak bisa bercampur satu tempat dengn
sang Istri. Oleh karenanya makam Mbah Andong dan Mbah Sari dahulu tidak di area
yang sama. Dahulu Makam Mbah Andong berada di daerah Ledok Kulon sebelah
selatan, namun kini telah menjadi Bengawan karena terjadi erosi selama puluhan
tahun. Hingga kemudian pada masa Pemerintahan Orde Baru makamMbah andong
dipindahkan kelokasi sekarang, berada di area makam umum Desa Ledok Kulon,
berdekatan dengan cungkup makam Mbah Sari.
KIRAB PUSAKA
Setiap tahun pada bulan Suro, tepatnya
hari Selasa Kliwon, selalu diadakan acara Khoul, dahulu istilahnya Manganan
namun sekitar tahun 1988/1989 diganti dengan acara Khoul. Hal ini merupakan
salah satu upaya menambah citra islami yang kental. Prosesi acara tersebut
adalah pada hari Senin pagi diadakan Tahtimul
Qur’an (Khataman Al Qur’an) di area Makam Mbah Andong. Kemudian dilanjutkan
pada Senin, malam Selasa Kliwon diadakan pengajian umum. Selasa pagi diadakan
acara Kirab Pusaka Mbah Andongsari, dimulai sekitar Pkl. 07.00 WIB hingga Pkl.
11.00 WIB. Selepas Kirab diadakan manganan umum (kenduren/bancakan/makan
bersama).
Pintu Makam Mbah Andong yang berukuran kecil (Foto : Novi BMW, 12/05/2014) |
Mbah Andong memiliki pusaka Gagak
Cemani, Godong Andong, Tongkat Galih Kelor, Tongkat Menjalin Bang, Tongkat
Menjalin Porong, Slempang Bupati, Pedang Cakra Budaya, Kentrung, Kutang Singo
Barong, dan Kutang Onto Kusumo. Godong
Andong dipercaya berkhasiat untuk keselamatan, Gagak Cemani dibawa saat perang, Tongkat Galih Kelor dibawa ke hutan untuk keselamatan. Pada bulan Suro
pusaka – pusaka tersebut dilakukan Jamasan, semenjak tanggal 1 hingga 5 Bulan
Suro Pusaka di turunkan untuk penjamasan Pusaka.
Urutan Kirab dari makam
menurunkan pusaka terdapat upacara yang dihadiri Lurah Ledok Kulon dan kemudian
diberangkatkan dengan dipimpin Juru Kunci mengelilingi Kelurahan Ledok Kulon. Sesajinya dalam ritual ini adalah sego buceng, panggang ayam, jenang abang putih, sekar (bunga), ugorampen
jajan pasar dari masyarakat. Sego Buceng
sebagai lambang hormat kepada leluhur, jenang
abang menghormati kepada leluhur baba lan ibu yang telah wafat. Sekar (bunga) yang diambil warga
dipercaya sebagai penolak bala.
Dittulis Oleh : Novi BMW
PBB06, Kamis 17/07/2014
Dittulis Oleh : Novi BMW
PBB06, Kamis 17/07/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar