Sudah Rontok, Tertimpa Tembok (Foto : Novi BMW, 22/01/2015) |
Kita awali dengan cerita bersama Mbah Wajih (69).
Beliau adalah Juru Pelihara satu – satunya yang menangani peninggalan purbakala
Perahu Kuno padang. Ia merupakan pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur. Ya beliau adalah petugas yang diangkat oleh Dinas Provinsi
langsung. Untuk pemda Bojonegoro mungkin masih butuh waktu lagi untuk memberikan
bantuan juru pelihara pada lahan objek perahu kuno yang luasnya sekitar 3000 m2
itu.
"Ngantor g harus dalam kantor" Wawancara dengan Mbah Wajih sambil minum Legen pinggir Nggawan (Foto : RT. Sumitro, 22/01/2015) |
Sepuluh (10) tahun telah berlalu, namun hingga kini
rencana pembangunan bangunan peneduh yang sejak awal pengangkatan telah
dirancang belum terwujud. Adapun yang telah ada kini malah ambruk menimpa
perahu kuno. Bangunan yang seharusnya melindungi, kini malah merusaknya.
“Ambruknya tembok kolam perahu itu pada tanggal 15
Desember 2015 lalu pas hujan deras. Sudah saya laporkan ambruknya itu ke Kantor
Menanggal, Surabaya. Namun pihak provinsi mempertanyakan balik mengenai
kepedulian Pemkab. Bojonegoro sebagai pemilik wilayah bagaimana?” ungkap Mbah
Wajir.
“ya saya minta tolong dibuatkanlah cungkupan atau bangunan penenduh untuk perahu dan tembok yang
dibangun diberi kerangka yang kuat supaya tidak roboh karena tanahnya gerak. Walau
tidak 100% seperti konsep awal waktu penemuan dulu, minimal itu yang diusahakan
dulu” imbuhnya atas harapan dari lubuk hati terdalam.
Saya jadi teringat pertemuan dengan Dra. Endang
Prasanti, MM pada saat rapat Pengurus Ikatan Ahli Arkeologi (IAAI) Komda Jawa
Timur di Museum Mpu Tantular pada hari Sabtu (17/01/2015). Beliau yang juga sebagai
Kepala Bidang Sejarah Museum dan Purbakala, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur turut prihatin atas bertambah rusaknya Perahu Kuno di Desa
Padang. Beliau berharap segera dilakukan koordinasi antara Pemda. Bojonegoro
dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur untuk strategi penyelamatan potensi
Cagar Budaya tersebut. Jika perahu kuno di Desa Padang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya tingkat Provinsi, maka pihaknya siap untuk mengambil alih
pelestariannya.
Pada kesempatan yang sama, Drs. Yohanes Hanan
Pamungkas, MA ketua IAAI provinsi Jawa Timur pun turut menyayangkan kerusakan
parah yang terjadi pada bukti sejarah transportasi sungai utama di Bengawan
Solo. Perahu Kuno di Desa Padang ini hingga sekarang masih menjadi satu – satunya
bukti perahu kuno berbahan kayu sebagai alat transportasi Sungai di Pulau Jawa.
Ia berharap antar instansi pemerintahan bisa saling sinergi, agar pelestarian
potensi Cagar Budaya yang telah diamanahkan negara dalam Undang – Undang Nomor
11 tahun 2010 terlaksana dengan baik. Jangan sampai terkesan saling lempar
tanggung jawab, sehingga objek yang perlu dilestarikan malah tidak terawat dan
hancur.
Sesungguhnya jalur Transportasi perahu sungai di
Bengawan Solo telah ada sejak masa kerajaan bercorak Hindu – Budha berjaya di
bumi Jawa. Hal ini terbukti ada banyaknya naditirapradesa
(desa pelabuhan pinggir sungai) yang diabadikan dalam Prasasti Canggu (1358
M). Dalam prasasti peninggalan Sri Maharaja Hayam Wuruk itu, disebutkan ada 44
pelabuhan di tepian Bengawan Solo. Belum lagi ditambah naditirapradesa di sepanjang Bengawan Sigarada (Sungai Brantas).
Jalur perdagangan dan distribusi komoditi dari pusat
– pusat pemerintahan di pedalaman menuju luar Pulau Jawa melalui jalur sungai berperan
penting dalam eksistensi peradaban masyarakat Jawa. Temuan perahu Sungai
berukuran besar baru ada tiga buah dan semua temuan tersebut ada di wilayah
Kabupaten Bojonegoro. Temuan tersebut adalah Perahu Kayu di Desa Padang, Kec.
Trucuk (2005), Perahu Besi di Desa Kalang, Kec. Margomulyo (2012) dan Perahu
Besi di Desa Ngraho, Kec. Gayam (2013). Sebenarnya masih ada lagi temuan perahu
kuno, misalnya temuan perahu peninggalan Perang Dunia ke 2 di Desa Banjarsari,
Kec. Trucuk tahun 2008, namun kini entah kemana lagi rimbanya?
Lalu bagaimanakah perkembangan penyelamatan perahu
ini? Kini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro sedang berusaha
berkoordinasi dengan pihak Pemkab, Pemprov, dan juga BPCB Jatim. Telah dua
minggu berlalu semenjak pelaporan pertama kerusakan perahu kuno ini
dilaksanakan di tingkat dinas. Namun hingga kini proses penyelamatan masih pada
tahap “revisi” Nota Dinas kepada Bupati. Telah lima (5) kali surat tersebut
direvisi[3].
Jadi kita tunggu saja kelanjutan proses pelestarian potensi Cagar Budaya Perahu
Kuno berbahan Kayu di Desa Padang, Kec. Trucuk ini. Yang jelas, Perahu kuno
yang kayunya telah rontok, kini merana tertimpa tembok.
Novi BMW
PBB18, 22/01/2015
[1] R.T. : bukan singkatan
dari “Raden Tumenggung” apalagi “Rukun Tetangga”, tapi singkatan dari “Rachmad Tri”
[2]
Salah satu tokoh masyarakat Padang yang kala itu menjadi salah satu anggota
DPRD
[3]
Revisi ke-5 pada Pkl.08.00 WIB, Kamis, 22/01/2015, satu jam sebelum ke Desa Padang
menemui Mbah Wajih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar