Ledre |
Beberapa Minggu lagi
Hari Raya Idhul Fitri, pasti banyak yang mempersiapkan kue atau jajanan untuk
tamu yang bersilaturahmi. Banyak makanan khas daerah yang turut disajikan dalam
peringatan Hari Raya Idhul Fitri tersebut. Salah satu referensi makanan khas
yang nikmat untuk menjadi cemilan hari raya adalah Ledre.
Ledre adalah cemilan
khas dari Kabupaten Bojonegoro. Cemilan ini manis, dan tekturnya lembut renyah
seperti kerupuk. Namun bagaimanakah sejarah Ledre ini hingga menjadi oleh –
oleh khas Kabupaten Bojonegoro?
Perintis
Usaha Ledre.
Endang Sulastri adalah
generasi ke – 4 pembuat Ledre pertama di wilayah Bojonegoro, tepatnya di Desa
Padangan, Kec. Padangan. Mak Sinem adalah nenek Bu Endang, sekaligus putra
orang pertama yang membuat Ledre di Padangan. Sayang nama Ibu Mak Sinem yang
mengembangkan Ledre pertama tersebut belum diketahui, sebab terpisah dengan
keluarga dalam perang kemerdekaan.
Hingga sekitar tahun
1998 – 1999, produsen Ledre di wilayah Padangan hanyalah keluarga beliau, yaitu
keluarga Alim Yuwono yang hingga
kini tinggal di Jl. Kartini No 20, Desa Padangan, Kec. Padangan, Kab.
Bojonegoro. Setelah masa reformasi, perkembangan Ledre semakin pesat dengan
dukungan pemerintah daerah yang mengadakan pelatihan pembuatan Ledre. Banyak digalakkan
pelatihan membuat Ledre lewat ibu – ibu PKK dan berbagai bantuan pengembangan
usaha Ledre di Kabupaten Bojonegoro.
Alamat Keluarga Alim Yuwono |
Dari Kampung Pecinan di
Desa Padangan, Kec. Padangan, kemudian menyebar ke berbagai pelosok wilayah
Bojonegoro. Beberapa pekerja yang pernah ikut membantu prduksi Ledre Ibu Endang
pun kemudian membuat Ledre dirumah masing – masing, kemudian hasil produksi
dikumpulkan kerumah Ibu Endang. Begitu pula setelah banyak produsen Ledre,
banyak pekerja yang membuat Ledre di rumah masing – masing, lalu hasilnya
dikumpulkan ke toko – toko besar di wilayah Bojonegoro.
Ibu Endang Sulastri |
Nama
“Ledre”
Sebelum bernama Ledre, cemilan ini disebut "Semprong". Namun pada masa nenek Bu Endang, istilah
Ledre semakin populer untuk menyebut cemilan ini. Menurut Pemerhati Budaya
Bojonegoro, yaitu Jfx. Hoery, istilah “Ledre” berasal dari proses pembuatannya
yang di edre – edre diatas wajan
khusus. Awalnya Ledre adalah makanan yang dibuat warga Tionghoa di Kecamatan
Padangan. Saat itu masih masa peperangan sebelum kemerdekaan Indonesia. Ledre
dimanfaatkan masyarakat Tionghoa untuk mengisi perut saat bahan makan sulit
didapat.
Cara
Membuat Ledre
Bahan Pokok Ledre
dahulu adalah tepung gaplek, namun dikemudian hari dengan mudahnya tepung beras didapat produksipun
menggunakan tepung beras hingga sekarang. Adapun resep Ledre adalah seagai
berikut :
a)
Tepung Beras
b)
Pati (Tepung Tapioka)
c)
Gula
d)
Santan
e)
Suwiran pisang raja
Produksi Ledre
memerlukan wajan sebagai pemanas adona ledre. Wajan yang dipergunakan adalah
wajan khusus (baja), dengan bahan bakar berupa arang. Langkah pertama dalam produksi
Ledre setelah bahan dan peralatan siap adalah membuat adonan. Adonan ini
terbentuk dengan cara mencampurkan Tepung beras, Tepung Tapioka, gula dan
santan diaduk hingga tercampur rata. Kemudian adonan dituangkan ke atas wajan
yang panas, selanjutkan diratakan dengan kuas (di edre - edre), lalu di berikan potongan pisang raja, setelah
kering di angkat langsung digulung silindris. Bahan pisang harus diiris-iris
tipis, karena selain untuk penguat rasa khas pisang, juga bermanfaat sebagai
pelemas Ledre.
Perkembangan
Usaha Ledre
Kini variasi rasa Ledre
semakin berkembang, yang awalnya hanya rasa pisang maka kini pun bertambah ada
rasa coklat, durian, dan rasa buah – buahan lain. Namun keberadaan pisang tetap
digunakan karena pisang selain sebagai bahan rasa / aroma juga berfungsi
sebagai pelemas adonan ledre saat dipanggang.
Berbeda dengan pengusaha
Ledre yang baru dengan kemasan yang mencolok dan menarik. Untuk tampil beda,
maka Bu Endang setia menggunakan kemasan lama, berupa kardus putih polosan.
Selain itu pembuatan Ledre tetap memakai bahan baku alami, dengan buah-buahan
alami, tidak memakai bahan perasa buah yang kini banyak beredar diprodusen
ledre baru.
Menurut pengalaman Bu
Endang, dahulu kemasan pernah untuk dicoba berganti lebih modern dan menarik,
namun konsumen malah meminta untuk tetap menggunakan ciri khas lama dengan
kemasan polos. Hal ini cukup menarik, karena menjadi ciri khas yang menunjukkan
sejarah awal pembuat Ledre di Bojonegoro.
Kardus Ledre Foto : http://jalan2bojonegoro.wordpress.com/2009/03/05/22/ |
Produksi Ledre Bu
Endang bekerjasama dengan warga sekitar Padangan. Produksi Ledre beliau terdiri
dari tiga ukuran kardus, kecil, tanggung, besar. Untuk kardus ukuran kecil seharga
Rp.17.500,- dengan isi 40 biji. Untuk kardus tanggung harga Rp. 34.000,- dengan
isi 80 biji, dan untuk kardus besar seharga Rp. 59.000,- berisi 140 biji Ledre.
Sedangkan daya tahan Ledre ditempat suhu kering mampu bertahan selama 1 bulan
tanpa bahan pengawet.
Novi BMW
PBB05, Kamis 10/07/2014
Novi BMW
PBB05, Kamis 10/07/2014
Beli'in dunk kaka :D
BalasHapusciri khas dari ledrenya sendiri kok gak ada...????
BalasHapus