Sabtu, 12 April 2014

PELABUHAN SUNGAI KERAJAAN MAJAPAHIT DI BOJONEGORO

Perahu Kuno di Desa Padang
Foto : Deyana Nunung
Aktifitas pelayaran sungai berperan menghubungkan daerah pedalaman dengan daerah pesisir atau sebaliknya, daerah pesisiran ke daerah pedalaman, dan daerah pedalaman dengan daerah pedalaman lainnya. Karena peranannya tersebut, maka aktifitas pelayaran ini disebut sebagai pelayaran pedalaman. Bentuk transportasi air pada masyarakat Jawa Kuno ada beberapa jenis, yaitu lancang (sampan), parahu (perahu), tambangan (gethek), benawa (perahu besar), jong (jung), bahitra (bahtera) (Suryo, 1995/1996).
Bengawan Solo dan Brantas merupakan jalan utama distribusi maupun media transportasi cepat dari pedalaman menuju daerah luar pulau jawa. Pada masa dimana transportasi darat masih tradisional dan medan yang sulit, apalagi transportasi udara masih belum ditemukan, maka transportasi air lah jalan utama. Sehingga keberadaan sungai pada masa kerajaan bercorak Hindu-Budha hingga awal kolonialisme di Jawa sangatlah vital. Siapapun yang menguasai wilayah DAS kedua sungai besar tersebut berarti pula menguasai urat nadi perekonomian Jawa. Oleh karenanya, di sepanjang aliran sungai-sungai besar dahulu terbentuk kota-kota yang maju sebagai kota pelabuhan di pedalaman pulau.
Keberadaan pelabuhan sungai di sepanjang tepian Bengawan Brantas dan Bengawan Solo terekam dalam Prasasti Canggu (1280 Çaka). Pada lempeng ke-5 disebutkan nama-nama desa pelabuhan (naditira pradeça) di tepi Bengawan Brantas dan Bengawan Solo. Jika lempeng ke-4 dari prasasti ini dapat ditemukan, maka jumlah pelabuhan di tepi Bengawan Brantas dapat ditelusuri lebih lengkap dari daerah hulu hingga hilir. Adapun nama desa-desa pelabuhan dalam Prasasti Canggu (1280 Çaka) adalah sebagai berikut:

Lempeng 5 sisi depan (recto):
1.       Nusa, i tĕmon, parajĕngan, i pakatekan, i wunglu, i rabutri, i bañu mŗdu, i gocor, i tambak, i pujut,
2.       i mirĕng, ing dmak, i klung, i pagdangan, i mabuwur, i godong, i rumusan, i canggu, i randu gowok, i wahas, i nagara,
3.       i sarba, i waringin pitu, i lagada, i pamotan, i tulangan, i panumbangan, i jruk, i trung, i kambang çri, i tda, i gsang, i
4.       bukul, i çurabhaya, muwah prakāraning naditira pradeça sthānaning anāmbangi i madantĕn, i waringin wok, i bajrapura, i
5.       sambo, i jerebeng, i pabulangan, i balawi, i luwayu, i katapang, i pagaran, i kamudi, i parijik, i parung, i pasi-
6.       wuran, i kedal, i bhangkal, i widang, i pakbohan, i lowara, i duri, i raçi, i rewun, i tgalan, i dalangara, i

Lempeng 5 sisi belakang (verso):
1.       sumbang, i malo, i ngijo, i kawangen, i sudah, i kukutan, i balun, i marebo, i turan, i jipang, i ngawi, i wangkalang,
2.       i pnuh, i walung, i barang, i pakatelan, i wareng, ing amban, i kembu, i wulayu, sarwwe, ika ta kabeh, naditirapradeça.... (Pigeaud, 1960).

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Lempeng 5 sisi depan (recto):
1.       Nusa, di Temon, Parajengan, di Pakatekan, di Wunglu, di Rabut Ri, di Banu Mrdu, di Gocor, di Tambak, di Pujut,
2.       di Mireng, di Dmak, di Klung, di Pagdangan, di Mabuwur, di Godong, di Rumusan, di Canggu, di Randu Gowok, di Wahas, di Nagara,
3.       di Sarba, di Waringinpitu, di Lagada, di Pamotan, di Tulangan, di Panumbangan, di Jruk, di Trung, di Kambang Çri, di Tda, di Gsang, di
4.       Bukul, di Çurabhaya, Juga segala macam masalah di wilayah pinggir sungai tempat penyebrangan di Madanten, di Waringin Wok, di Bajrapura, di
5.       Sambo, di Jerebeng, di Pabulangan, di Balawi, di Luwayu, di Katapang, di Pagaran, di Kamudi, di Parijik, di Parung, di Pasi-
6.       wuran, di Kedal, di Bhangkal, di Widang, di Pakbohan, di Lowara, di Duri, di Raçi, di Rewun, di Tgalan, di Dalangara, di
Lempeng 5 sisi belakang (verso):
1.       Sumbang, di Malo, di Ngijo, di Kawangen, di Sudah, di Kukutan, di Balun, di Marebo, di Turan, di Jipang, di Ngawi, di Wangkalang,
2.       di Pnuh, di Walung, di Barang, di Pakatelan, di Wareng, di Amban, di Kembu, di Wulayu, itulah seluruh, wilayah pinggir sungai.... (Munib, 2011: 66-67).

Beberapa nama naditira pradeça yang disebutkan dalam Prasasti Canggu tersebut, sampai sekarang masih dapat ditemukan pada sekitar aliran Bengawan Brantas dan Bengawan Solo. Seperti contohnya desa pelabuhan di muara Bengawan Solo, yaitu Madantĕn menjadi Desa Bedanten di Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Sambo, Jerebeng, Pabulangan berturut-turut menjadi Desa Sambogunung, Desa Jrebeng, dan Desa Bulangan di Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Balawi menjadi Desa Blawi, Kecamatan Karangbinangun, Kabupaten Lamongan.
Untuk Luwayu hingga sekarang masih belum dapat diidentiikasi, sedangkan Katapang, dan Kamudi hepotesa sementara kita posisikan pada Desa Ketapang, Kec. Karangbinangun dan Desa Kepudi, Kec. Turi Kab. Lamongan. Adapun Desa Pagaran saat ini belum mampu dilokalisasikan.
Toponimi Desa Parijik sekarang menjadi Desa Taman Prijeg, Kec. Laren. Sedangkan Desa Parung, Pasiwuran, dan Kedal secara berturut turut dapat diidentifikasi sebagai, Desa Parengan, Desa Siwuran, dan Desa Kendal di Kecamatan Sekaran Kab. Lamongan. Sedangakn Desa Bangkal belum dapat diidentifikasi lokasinya.
Selanjutnya ada Desa Widang yang hingga sekarang masih tetap sama bernama Desa Widang Kec. Widang, Kab. Tuban. Setelah itu barulah masuk ke beberapa desa yang dapat diprediksi berada di wilayah Kab. Bojonegoro. Namun sayang identifikasi dari Desa  pakbohan, lowara, duri, raçi, rewun, tgalan, dan dalangara belum dapat ditemukan. Kita dapati lagi mulai Desa Sumbang yang sekarang tetap menjadi Sumbang timun di Kecamatan Trucuk. Desa Malo menjadi nama ibukota Kecamatan Malo, namun Desa Ngijo belum dapat diidentifikasi. Adapun identifikasi Desa Kawangen masih kita dapati dua toponim yaitu Desa Kawengan, Kec. Kadewan dan dukuh Kwangen, Kec. Kalitidu[1].
Lokasi Desa Sumbang
Sumber Peta         : www.google.com/maps/Kreasi : Novi BmW
Kemudian disebutkan adanya Desa Sudah, yang hingga sekarang masih menjadi nama desa di Kec. Malo. Sedang Desa Kukutan belum dapat diidentifikasi, namun Desa Balun hingga sekarang masih menjadi nama desa di Kec. Cepu, Kab. Blora. Untuk Desa Marebo dan Turan  belum dapat diidentifikasi, namun untuk nama Desa Jipang hingga sekarang masih dapat ditemukan berada di Kec. Cepu, Kab. Blora. Kemudian Ngawi, yang sekarang menjadi nama kabupaten di selatan Kabupaten Bojonegoro.
Keberadaan Desa-desa pelabuhan pinggir sungai di wilayah Kabupaten Bojonegoro sejak masa Majapahit, membuktikan bahwa wilayah ini merupakan wilayah yang maju dengan pusat pelabuhannya. Adanya pelabuhan merupakan bukti aktifnya mobilitas masyarakat dalam berkehidupan mewarnai sejarah Nusantara. Oleh karenanya, perlu diadakan penelitian lebih lanjut dalam upaya rekonstruksi peradaban lembah Bengawan Solo di wilayah Bojonegoro, terutama identifikasi Pelabuhan Lowara[2] berada di sekitar wilayah Bojonegoro Timur, bukan Desa Ngloram[3] di Kec.Cepu yang selama ini diperkirakan masyarakat umum.

Daftar Rujukan :
Munib, N.B. 2011. Dinamika Kekuasaan Raja Jayakatwang di Kerajaan Glang-Glang Tahun 1170 - 1215 Caka: Tinjauan Geopolitik . Malang : Univ. Negeri Malang
Pigeaud, Th G T. 1960. Java in the fourteenth century: A study in cultural history: The Nagarakrtagama by Yakawi Prapanca of Majapahit 1365 AD. Vol I. The Hague: Martinus Nijhoff.
Suryo, D, dkk. 1995/1996. Dinamika Sosial Budaya Masyarakat di Pulau Jawa Abad VIII-XX. Yogyakarta: Kerjasama Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dengan Fakultas Sastra UGM.

Novi BMW
PBB02


[1] Kedua lokasi daerah ini tidak berada di tepian Bengawan Solo, sehingga belum begitu kuat identifikasi diantara keduanya, ataukah dahulu merupakan nama daerah yang meliputi wilayah hingga pinggir Bengawan?
[2] Bila dirunut dari posisi pelabuhan Widang, maka identifikasi pelabuhan Lowara adalah di wilayah Bojonegoro timur. Nama Lowara begitu terkenal dalam sejarah Nasional sebagai lokasi awal serangan Raja Worawari terhadap Dharmawangsa Tguh
[3] Desa Ngloram diidentifikasi merupakan salah satu wilayah Jipang, jadi keberadaan Desa Ngloram masa kerajaan belum muncul.

1 komentar:

  1. Mantabs....tulisan ini bisa menjadi tambahan wawasan sejarah lokal bojonegoro.
    Ijin share dek. (Lama ga buka blog soalnya)

    BalasHapus