Kamis, 28 Agustus 2014

POTENSI KEBUDAYAAN DESA KANTEN

Samsul Hadi (Kepala Desa Kanten) bercerita tentang beberapa potensi kebudayaan di Desanya, antara lain mengenai seorang Dalang Wayang Purwa Bapak Sutikno (62) dan Sukarji dengan Group “Moro Seneng”. Alamatnya adalah Rt.07, Rw.02, Dukuh Pasinan, Desa Kanten, Kec Trucuk.
Sutikno

Koleksi Wayang banyak yang rusak, bahkan banyak yang ditembel dengan kertas, ada pula koleksi wayang yang diganti dengan wayang kertas. Untuk “tanggapan” (undangan pagelaran) sangat jarang, bahkan hampir tidak ada. Kegiatan rutin pun hanya acara tahunan pagelaran di desa Kanten sendiri. Untuk keberlangsungan eksistensinya maka Pak Sutikno sering menyewakan alat gamelannya untuk kegiatan reog, maupun acara wayang dari kelompok lain.

 Sutikno adalah saudara ipar Sukarji. mereka tergabung dalam grup Budaya “MORO SENENG”. Diuangkapkan, bahwa Pak Sutikno bukanlah dalang, hanya main-main wayang saja. Dahulu pengadaan seperangkat gamelan untuk hiburan masyarakat Kanten saja. Namun setelah membeli wayang beliau dipercaya oleh teman-temannya untuk menjadi Dalang. Iapun belajar menjadi dalang secara otodidak dengan membeli buku pakem pedalangan serta tekat yang kuat dilandasi cinta terhadap kesenian leluhur tersebut.

Desa Kanten juga memiliki Group Reog yang dipimpin oleh Bapak Sumaji lebih dahulu berdiri sebelum Group Moro Seneng ada. Namun kendala lalat musik menjadikan group reog ini bergbung dan kerjasama dengan Group Moro Seneng milik Dalang Sutikno.

Danyang Mbah Mangunsari

Desa Kanten memiliki tempat keramat yaitu “Gunung Bucu”. Gunung Bucu merupakan tempat keramat, dimana pada puncak bukit terdapat batu alam yang terdapat bentuk mirip bekas orang bertapa. Selain itu di salah satu lereng gunung terdapat gua Bucu.

Danyang Mbah Mangunsari berlokasi dekat dengan Balai Desa Kanten. Sayang sekali masyarakat masih belum mengetahui asal usul atau cerita tentang Mbah Mangunsari. Dahulu secara rutin masyarakat Kanten melakukan “manganan” (sedekah bumi) di punden ini, namun seiring kuatnya pelajaran dan pemahaman agama islam pada masa dikemudian hari menjadikan kegiatan tersebut tidak lagi dilakukan secara massal.

Punden Sembung dahulu ditemukan setruktur bangunan dari batu alam saat penggalian tanah pekarangan di punden sembung. Kini punden tersebut menjadi lahan pertanian sedangkan wujud punden tinggal tumbukan batu yang diatasnya terdapat makam baru. Selain ditemukan struktur batu juga ditemukan kerangka dan tengkorak manusia dan sumur kuno yang kini telah ditutup.

Desa Kanten dikenal juga dengan Desa Wedok (perempuan). Sebutan tersebut ada hubungannya dengan Sendang Ayu yang berada di belakang balai desa Kanten. Dipercaya dalam sendang tersebut terdapat penunggu yang disebut Danyang Wedok

Sumber Air Asin
Sumur Asin dan Kali Asin merupakan sumber mata air asin yang terletak di dukuh Mundu, Desa Kanten. Dahulu volume air yang dikeluarkan cukup besar namun seiring waktu sumber tersebut teruruk endapan tanah hingga volume air mengecil seprti sekarang. Dahulu masyarakat Kanten memproduksi garam sendiri dari air sumur Asin dan juga sumber kali asin. Namun seiring perkembangan industri garam Nusantara dan juga murahnya produksi garam pabrikan membuat masyarakat Kanten beralih ke garam industri yang dikemas secara instan. Sekitar tahun 1975 masyarakat Kanten tidak lagi membuat garam.

Novi BMW

PBB10, Kamis, 28/08/2014

Kamis, 21 Agustus 2014

PERAHU BESI KUNO DI BOJONEGORO

Perahu Besi Desa Ngraho dengan Rantai Besi kuno
Perahu besi di Desa Ngraho, Kec. Gayam, Kab. Bojonegoro ini ditemukan sekitar awal tahun 2013 lalu, kemudian berhasil diangkat dan kini berada pada area Punden Mbah Pung Prodo sejak bulan Juni 2013. Panjang Perahu ini sekitar 22 meter dan lebar lambung kapal sekitar 4 meter, kemudian pada pertengahan bulan Juli 2014 para penambang pasir menemukan rantai besi yang memiliki panjang sekitar 35 meter.

 Perahu besi ini memiliki lambung kapal yang disekat menjadi 5 bagian. Teknik pembuatan kapal besi ini menggunakan teknik keling, yaitu menempelkan bagian demi bagian lembaran besi dengan cara di tempel dan diberi semacam paku pengait. Teknik ini digunakan membuat perahu sebelum teknik las logam dikenal oleh manusia. Hal ini menunjukkan teknik sederhana dan kemungkinan dugunakan masa sebelum kolonial Belanda. Identifikasi sementara, perahu besi ini berasal pada masa VOC Belanda (1602 - 1800) untuk mengangkut hasil bumi di pedalaman Pulau Jawa untuk diperdagangkan keluar pulau Jawa.
Punden Mbah Pung Prodo
“Pembangunan tempat perahu dan tembok keliling punden ini dibangun sejak pemerintahan kepala desa yang lalu, nah kalau cungkup punen ini masa saya dan nanti sesuai amanah kepala desa yang dulu saya akan teruskan pula program pembangunan kolam di bawah tempat perahu dan penambahan paving di area punden” ungkap Bapak Samat (42) kepala Desa Ngraho yang baru, saat dikonfirmasi rencana kedepan penanganan Perahu Besi kuno.

Dari penuturan Bapak Muhsin (54), Kaur Pembangunan Desa Ngraho, ada pantangan bagi kaum wanita masuk ke area Punden Mbah Pung Prodo ini. Kaum perempuan masyarakat Desa Ngraho, sampai sekarang pun enggan masuk kelokasi punden. Bahkan jika ada ternak, terutama kambing penduduk masuk ke area punden, kaum perempuan Desa Ngraho membiarkannya karena takut untuk masuk kelokasi punden.
“Dahulu kalau ada wanita masuk area punden sini pasti mendapat bala, atau peristiwa buruk. Makanya sampai sekarang kaum wanita Desa Ngraho tidak ada yang berani masuk sini. Biasanya ada ibu – ibu yang menggembala kambing, terus kambingnya masuk punden, pasti dibiarkan saja nunggu kambingnya keluar punden. Soalnya g berani ambil kambing yang masuk area punden” tutur Pak Muhsin.
Rantai Besi yang ditemukan Juli 2014

Namun kini banyak pengunjung wanita dari luar daerah masuk untuk melihat – lihat temuan perahu, dan tidak ada yang melarang. Seperti halnya Nunung Deanawati, peneliti arkeologi dari Komunitas Banyu Nggawan Bojonegoro yang kala pendataan turut serta. Bahkan perempuan lulusan Arkelogi Udayana tersebut, mengaku beberapa kali datang melakukan penelitian di daerah tersebut.

Pemilihan tempat perahu di lokasi punden, adalah karena lokasi tersebut tidak jauh dari Bengawan dan tanahnya adalah tanah desa. Keberadaan perahu tersebut di area punden dapat menambah nilai sejarah dan budaya masyarakat Ngraho. Adapun kegiatan budaya masyarakat desa ini adalah setiap Jumat Pon pada bulan Suro (Muharam), kaum laki-laki selalu melakukan manganan (semacam sedekah bumi/nyadran) di punden Mbah Pung Prodo.

Bersama Perangkat Desa Ngraho, Kec. Gayam, Kab. Bojonegoro

Novi BMW
PBB9, Kamis, 21/08/2014

PARADE BUDAYA KABUPATEN KEDIRI 2014

Penari Thengul dan Pemain Oklik
Minggu, 10 Agustus 2014 Dinas Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro mendapat undangn untuk memeriahkan Parade Budaya di Kabupaten Kediri. Dalam kesempatan ini, Kabuapten Bojonegoro menampilkan Tari Thengul yang diiringi alat musik tradisional Oklik.

Tari Thengul adalah karya tari sebagai wujud gerak yang terinspirasi dari Kesenian Wayang thengul khas Bojonegoro. gerak yang unik mengekspresikan gerak tingkah wayang Thengul, membuat tarian ini cukup diminati oleh penontonnya. Tarian ini menonjolkan mimik serat ekspresi wajah penari yang dipadu dengan kelincahan gerak mengikuti irama lagu yang mengiringi.
Berpanas - Panas Ria menunggu giliran Start

Sedangkan kesenian Oklik adalah kesenian tradisional yang menggunakan peralatan sederhana yaitu kentongan dari bambu yang dibunyikan dengan irama teratur sehingga membangun musik kreatif berunsur akustik dengan suara enak didengar.

Dalam parade ini kontingan Kabupaten Bojonegoro mendapat nomor 16 strat dari museum Simpang Lima Gumul (SLG), bergerak menuju Kantor Bupati Kabupaten  Bupati Kabupaten Kediri. Walaupun panas terik sang Surya menyengat, pemuda – pemudi perwakilan Bojonegoro pun tetap tampil penuh semangat.
Aksi Penari Thengul
Kontingen Kabupaten Bojonegoro kali ini dikomandani langsung oleh Drs. Suyanto, MM selaku Kepala Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro. Dengan seringnya mengikuti kegiatan Parade Budaya di luar daerah, beliau berharap mampu memperkenalkan kesenian daerah Bojonegoro yang kita cintai ini lebih luas kemasyarakat Indonesia.
Akhirnya... Senjakala di depan Finish

Novi BMW
PBB 08 (hutang Kamis, 14/08/2014)



Kamis, 07 Agustus 2014

PAMERAN PELESTARIAN SEJARAH DAN BUDAYA KOTA KEDIRI


Kediri merupakan salah satu daerah kaya tinggalan Sejarah serta budaya. Pada 27 Juli 2014 telah berusia 1135 tahun. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Kediri menggelar sebuah acara Pameran Pelestarian Sejarah dan Budaya Kota Kediri di Gedung Nasional Indonesia (GNI) Kota Kediri dari hari Kamis, 07 hingga Sabtu, 09 Agustus 2014.

Pameran Pelestarian Sejarah dan Budaya Kota Kediri 2014 dibuka oleh Sekretaris Daerah Kota Kediri, Bapak Agus Wahyudi, SH, Msi, selepas upacara pembukaan selesai, beliau menyempatkan berkunjung ke stand – stand pameran. Salah satu stand yang begitu menarik perhatian beliau adalah stand Komunitas PASAK.

PASAK adalah Komunitas Pelestari Sejarah – Budaya Kadhiri, yang pada pameran ini menampilkan berbagai koleksi milik komunitas maupun koleksi dari para anggota nya. Dengan konsep pameran yang tidak hanya menampilkan koleksi foto, literatur kuno dan artefaktual, komunitas ini menampilkan pula koleksi baju Panji – Galuh, Baju Wayang Gatot Kaca, dan juga Baju Pejuang Kemerdekaan untuk para pengunjung yang berminat menggunakannya. Dengan konsep tersebut ternyata antusias pengunjung sangat besar kepada stand yang satu ini.

Salah satu koleksi yang menarik adalah Fosil Lobster yang ditemukan warga Kabupaten Bojonegoro, yang kini menjadi koleksi Komunitas PASAK. Bojonegoro memang pantas disebut Bumi Balung Buto (Tanah Fosil), karena kaya temuan Fosil Hewan -hewan Purba. Temuan Fosil Hewan Purba lain yang berasal dari Kabupaten Bojonegoro adalah Fragmen Tengkorak Kudanil Purba (Hippopotamus). Dua temuan fosil ini cukup menarik, dimana hewan laut seperti Lobster dan juga Kudanil pernah hidup di Nusantara.

Tri Wahyu Ningati, pemeran Dewi Sekartaji di Stand PASAK mengaku pertama kali mengikuti kegiatan pameran semacam ini. Mahasiswi Universitas Malangkuceswara ini merasa tersanjung dapat menjadi Duta Budaya dari Komunitas PASAK dan berpartisipasi penuh dalam menyukseskan pameran budaya ini. Walau lelah sampai kuwalahan menghadapi para pengunjung yang bertanya tentang koleksi stand PASAK, hingga antri meminta foto bersama, ia tetap semangat dan akan melayani para pengunjung dengan senyum manis hingga hari Sabtu kedepan.

Selain Wahyu, Duta Budaya lainnya adalah Gustio Wahyu Wirata, pemuda ganteng ini berperan sebagai Raden Panji Inukertapati di stand PASAK. Gusti pun kewalah menghadapi serbuan pengunjung yang hilir mudik dari pagi hingga sore hari. Namun dengan semangat yang menggebu untuk membantu memperkenalkan potensi luhur kebudayaan nenek moyang, ia pun sampai berganti kostum sebagai Pangeran Gatotkaca putra Bima yang perkasa.

Semoga acara Pameran Pelestarian Sejarah dan Budaya Kota Kediri ini mampu mensosialisakan kepada masyarakat tentang arti pentingnya peninggalan sejarah Nusantara dan Kebudayaan di Bumi Kadhiri khususnya. Sehingga mampu merangsang peran aktif pelestarian Sejarah dan Budaya Kediri yang tahun 2014 ini telah berusia 1135 tahun. Salam *PANJALU JAYATI ri BUMI KADHIRI*