Kamis, 10 Juli 2014

LEDRE BOJONEGORO

Ledre
Beberapa Minggu lagi Hari Raya Idhul Fitri, pasti banyak yang mempersiapkan kue atau jajanan untuk tamu yang bersilaturahmi. Banyak makanan khas daerah yang turut disajikan dalam peringatan Hari Raya Idhul Fitri tersebut. Salah satu referensi makanan khas yang nikmat untuk menjadi cemilan hari raya adalah Ledre.

Ledre adalah cemilan khas dari Kabupaten Bojonegoro. Cemilan ini manis, dan tekturnya lembut renyah seperti kerupuk. Namun bagaimanakah sejarah Ledre ini hingga menjadi oleh – oleh khas Kabupaten Bojonegoro?

Perintis Usaha Ledre.
Endang Sulastri adalah generasi ke – 4 pembuat Ledre pertama di wilayah Bojonegoro, tepatnya di Desa Padangan, Kec. Padangan. Mak Sinem adalah nenek Bu Endang, sekaligus putra orang pertama yang membuat Ledre di Padangan. Sayang nama Ibu Mak Sinem yang mengembangkan Ledre pertama tersebut belum diketahui, sebab terpisah dengan keluarga dalam perang kemerdekaan.  

Hingga sekitar tahun 1998 – 1999, produsen Ledre di wilayah Padangan hanyalah keluarga beliau, yaitu keluarga Alim Yuwono yang hingga kini tinggal di Jl. Kartini No 20, Desa Padangan, Kec. Padangan, Kab. Bojonegoro. Setelah masa reformasi, perkembangan Ledre semakin pesat dengan dukungan pemerintah daerah yang mengadakan pelatihan pembuatan Ledre. Banyak digalakkan pelatihan membuat Ledre lewat ibu – ibu PKK dan berbagai bantuan pengembangan usaha Ledre di Kabupaten Bojonegoro.

Alamat Keluarga Alim Yuwono
Dari Kampung Pecinan di Desa Padangan, Kec. Padangan, kemudian menyebar ke berbagai pelosok wilayah Bojonegoro. Beberapa pekerja yang pernah ikut membantu prduksi Ledre Ibu Endang pun kemudian membuat Ledre dirumah masing – masing, kemudian hasil produksi dikumpulkan kerumah Ibu Endang. Begitu pula setelah banyak produsen Ledre, banyak pekerja yang membuat Ledre di rumah masing – masing, lalu hasilnya dikumpulkan ke toko – toko besar di wilayah Bojonegoro.

Ibu Endang Sulastri
Nama “Ledre”
Sebelum bernama Ledre, cemilan ini disebut "Semprong". Namun pada masa nenek Bu Endang, istilah Ledre semakin populer untuk menyebut cemilan ini. Menurut Pemerhati Budaya Bojonegoro, yaitu Jfx. Hoery, istilah “Ledre” berasal dari proses pembuatannya yang di edre – edre diatas wajan khusus. Awalnya Ledre adalah makanan yang dibuat warga Tionghoa di Kecamatan Padangan. Saat itu masih masa peperangan sebelum kemerdekaan Indonesia. Ledre dimanfaatkan masyarakat Tionghoa untuk mengisi perut saat bahan makan sulit didapat.

Cara Membuat Ledre
Bahan Pokok Ledre dahulu adalah tepung gaplek, namun dikemudian hari dengan  mudahnya tepung beras didapat produksipun menggunakan tepung beras hingga sekarang. Adapun resep Ledre adalah seagai berikut :
a)         Tepung Beras
b)         Pati (Tepung Tapioka)
c)         Gula
d)         Santan
e)         Suwiran pisang raja

Produksi Ledre memerlukan wajan sebagai pemanas adona ledre. Wajan yang dipergunakan adalah wajan khusus (baja), dengan bahan bakar berupa arang. Langkah pertama dalam produksi Ledre setelah bahan dan peralatan siap adalah membuat adonan. Adonan ini terbentuk dengan cara mencampurkan Tepung beras, Tepung Tapioka, gula dan santan diaduk hingga tercampur rata. Kemudian adonan dituangkan ke atas wajan yang panas, selanjutkan diratakan dengan kuas (di edre - edre), lalu di berikan potongan pisang raja, setelah kering di angkat langsung digulung silindris. Bahan pisang harus diiris-iris tipis, karena selain untuk penguat rasa khas pisang, juga bermanfaat sebagai pelemas Ledre.

Perkembangan Usaha Ledre
Kini variasi rasa Ledre semakin berkembang, yang awalnya hanya rasa pisang maka kini pun bertambah ada rasa coklat, durian, dan rasa buah – buahan lain. Namun keberadaan pisang tetap digunakan karena pisang selain sebagai bahan rasa / aroma juga berfungsi sebagai pelemas adonan ledre saat dipanggang.

Berbeda dengan pengusaha Ledre yang baru dengan kemasan yang mencolok dan menarik. Untuk tampil beda, maka Bu Endang setia menggunakan kemasan lama, berupa kardus putih polosan. Selain itu pembuatan Ledre tetap memakai bahan baku alami, dengan buah-buahan alami, tidak memakai bahan perasa buah yang kini banyak beredar diprodusen ledre baru.

Menurut pengalaman Bu Endang, dahulu kemasan pernah untuk dicoba berganti lebih modern dan menarik, namun konsumen malah meminta untuk tetap menggunakan ciri khas lama dengan kemasan polos. Hal ini cukup menarik, karena menjadi ciri khas yang menunjukkan sejarah awal pembuat Ledre di Bojonegoro.

Kardus Ledre
Foto : http://jalan2bojonegoro.wordpress.com/2009/03/05/22/

Produksi Ledre Bu Endang bekerjasama dengan warga sekitar Padangan. Produksi Ledre beliau terdiri dari tiga ukuran kardus, kecil, tanggung, besar. Untuk kardus ukuran kecil seharga Rp.17.500,- dengan isi 40 biji. Untuk kardus tanggung harga Rp. 34.000,- dengan isi 80 biji, dan untuk kardus besar seharga Rp. 59.000,- berisi 140 biji Ledre. Sedangkan daya tahan Ledre ditempat suhu kering mampu bertahan selama 1 bulan tanpa bahan pengawet.

Novi BMW
PBB05, Kamis 10/07/2014

2 komentar: