Rabu, 16 Juli 2014

KIRAB PUSAKA ANDONGSARI

Pak Suwono di makam Mbah Andong
(Foto : Novi BMW, 03/04/2014)
MAKAM MBAH ANDONGSARI
Makam Mbah Andong-sari terletak di Kelurahan Ledok Kulon, Kec. Kota Bojonegoro. Penelusuran tentang Kirab Pusaka Mbah Andongsari tidak lepas dari sosok Pak Suwono (71), pria tamatan SR (SD) ini merupakan Juru Kunci Senior area makam Mbah Andongsari. Siapapun pengunjung Makam Mbah Andongsari akan di sambut ramah dan mengantarkan terlebih dahulu untuk berdoa dimakam. Pria yang diangkat sebagai pejabat Modin di Kelurahan Ledok Kulon ini pun bercerita sering menerima tamu dari para Pejabat, baik siang maupun malam untuk berbagai keperluan ke Makam Mbah Andongsari.
 
Titik Merah lokasi Makam Mbah Andong - Sari
Peta : https://www.google.com/maps
Kreasi : Novi BMW
LEGENDA MBAH ANDONG DAN MBAH SARI
Dahulu pada waktu Tumenggung Metahun menjadi bupati di Ngrawan (sekarang menjadi dukuh dalam Desa Ngraseh, Kec. Dander), ia balelo (tidak mau di atur) tidak mau menghadap ke Mataram.

Sultan Mataram kemudian menyampaikan surat kepada Panembahan Madura, agar tumenggung Metahun menghadap ke Madura. Sesampainya Tumenggung Metahun di Madura, ia menghadap Panembahan Madura, namun terjadi perselisihan hingga panembahan meninggal dunia.

Tumenggung Metahun melarikan diri dari Madura dengan menyamar, berpakaian layaknya peminta-minta, kemudian membawa tongkat dan terbang (alat musik) mengamen Kentrung. Prajurit Madura pun terus memburu Tumengung Metahun hingga ke Ngrawan.
Tambangan di dekat Makam Mbah Andong-sari
(Foto : Novi BMW, 12/05/2014)

Tumenggung Metahun yang mengembara sebagai pengamen Kentrung akhirnya sampai di Desa Ledok Kulon (sekarang di Kota Bojonegoro). ia menikah dengan seorang wanita bernama Sari. Selama di Ledok Kulon, Pangeran Dalem (Tumenggung Metahun) bekerja sebagai pemain Kentrung dan menjadi tukang tambang (pengemudi rakit/perahu penyebrangan di Sungai) di Bengawan Solo. Setiap ada masyarakat yang menyebrang, mereka tidak di pungut biaya sepeserpun. Jadilah masyarakat semakin senang terhadap kehadirannya. Selama di Ledok Kulon, Tumenggung Metahun menggunakan nama Mbah Andong.

Berdasarkan penuturan Pak Suwono, diceritakan bahwa pernikahan antara Mbah Andong dan Mbah Sari tidak dikaruniai keturunan. Suatu hari Mbah Sari memiliki permintaan kepada Mbah Andong, yaitu Jarik Parang Rusak (batik) dan Stagen biru. Padahal kedua jenis pakaian itu adalah pantangan bagi Mbah Andong. Karena Mbah Sari terus merajuk akhirnya permintaanya itu pun dipenuhi, namun Mbah Andong terlanjur mengucap janji, jika ia telah meninggal dunia, maka makamnya tidak bisa bercampur satu tempat dengn sang Istri. Oleh karenanya makam Mbah Andong dan Mbah Sari dahulu tidak di area yang sama. Dahulu Makam Mbah Andong berada di daerah Ledok Kulon sebelah selatan, namun kini telah menjadi Bengawan karena terjadi erosi selama puluhan tahun. Hingga kemudian pada masa Pemerintahan Orde Baru makamMbah andong dipindahkan kelokasi sekarang, berada di area makam umum Desa Ledok Kulon, berdekatan dengan cungkup makam Mbah Sari.

KIRAB PUSAKA
Setiap tahun pada bulan Suro, tepatnya hari Selasa Kliwon, selalu diadakan acara Khoul, dahulu istilahnya Manganan namun sekitar tahun 1988/1989 diganti dengan acara Khoul. Hal ini merupakan salah satu upaya menambah citra islami yang kental. Prosesi acara tersebut adalah pada hari Senin pagi diadakan Tahtimul Qur’an (Khataman Al Qur’an) di area Makam Mbah Andong. Kemudian dilanjutkan pada Senin, malam Selasa Kliwon diadakan pengajian umum. Selasa pagi diadakan acara Kirab Pusaka Mbah Andongsari, dimulai sekitar Pkl. 07.00 WIB hingga Pkl. 11.00 WIB. Selepas Kirab diadakan manganan umum (kenduren/bancakan/makan bersama).

Pintu Makam Mbah Andong yang berukuran kecil
(Foto : Novi BMW, 12/05/2014)
Mbah Andong memiliki pusaka Gagak Cemani, Godong Andong, Tongkat Galih Kelor, Tongkat Menjalin Bang, Tongkat Menjalin Porong, Slempang Bupati, Pedang Cakra Budaya, Kentrung, Kutang Singo Barong, dan Kutang Onto Kusumo. Godong Andong dipercaya berkhasiat untuk keselamatan, Gagak Cemani dibawa saat perang, Tongkat Galih Kelor dibawa ke hutan untuk keselamatan. Pada bulan Suro pusaka – pusaka tersebut dilakukan Jamasan, semenjak tanggal 1 hingga 5 Bulan Suro Pusaka di turunkan untuk penjamasan Pusaka.

Urutan Kirab dari makam menurunkan pusaka terdapat upacara yang dihadiri Lurah Ledok Kulon dan kemudian diberangkatkan dengan dipimpin Juru Kunci mengelilingi Kelurahan Ledok Kulon. Sesajinya dalam ritual ini adalah sego buceng, panggang ayam, jenang abang putih, sekar (bunga), ugorampen jajan pasar dari masyarakat. Sego Buceng sebagai lambang hormat kepada leluhur, jenang abang menghormati kepada leluhur baba lan ibu yang telah wafat. Sekar (bunga) yang diambil warga dipercaya sebagai penolak bala.

Dittulis Oleh : Novi BMW
PBB06, Kamis 17/07/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar