Kamis, 12 Februari 2015

DEMI SANDUR, MASNOEN JADI GERMO DI BOJONEGORO

Aksi Masnoen
(Foto : Kloeksi pribadi)
Cinta pertama memang sulit terlupa, begitulah pengalaman Masnoen semenjak Perkenalan pertamanya dengan Sandur di masa SMA. Cinta pria kelahiran tahun 1973 ini pada Sandur hingga kini belum sirna. Bahkan boleh dikata semakin hari semakin membuncah, hal ini terlihat dengan semangatnya untuk membangun sebuah kampung untuk Sandur.

Perkenalan pertama pria yang lahir di Tuban ini dengan Sandur diakuinya saat ia mengenyam pendidikan di SMAN 3 Bojonegoro (1992-1994). Dalam perantauan pada masa – masa remaja yang penuh gairah & pencarian jatidiri inilah ia diperkenalkan oleh Mbah Kadi (alm) dengan Sandur. 

Selepas SMA, Masnoen muda pun merantau ke Yogyakarta untuk menimba ilmu Kesenian di Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogya). Dalam perantaunnya yang dipenuhi kerinduan terhadap Sandur, iapun berinisiatif mendirikan Group Kesenian Sandur di Yogyakarta.

Pada masa kuliah inilah Masnoen muda bertemu dengan penari cantik jelita, Winarti namanya. Cintapun bersemi hingga berujung pada pernikahan dua sejoli tersebut. Namun, cinta Sandur membuat Masnoen menetapkan diri untuk kembali ke Bumi Bodjanegara. Ia bergabung dengan Mbah Kadi Cs yang telah mempertemukan garis hidupnya dengan Sandur.

Demi Sandur, akhirnya jalan menjadi Germo pun diterjuni oleh Masnoen. Selepas wafatnya Mbah Sukadi (Mbah Kadi) pada tahun 2011 lalu, kini Masnoen pun menjadi Germo senior di Kabupaten Bojonegoro.

Masnoen Sang Germo
(Foto : Koleksi Sayap Jendela)
Untung Winarti, wanita yang menjadi istri Masnoen merupakan sosok wanita yang sabar dan setia menghadapi kenyataan, bahwa suaminya masih memperjuangkan cinta pada Sandur. Kesabaran dan kesetiannya tersebut terbukti dari kesediaannya turut andil dalam mendirikan sebuah organisasi bernama Sayap Jendela.

Sandur.. Sandur... Sandur... siapa dan apa sebenarnya dia itu?

Sandur adalah salah satu jenis teater rakyat tradisional. Sebuah seni pertunjukan tradisional yang mengkombinasikan antara seni drama, tari, karawitan dan ada pula seni keahlian akrobatiknya, yaitu “kalongking”. Drama dalam Sandur sering mengangkat cerita lokal yang menggambarkan kehidupan masyarakat sehari – hari.

Kesenian Sandur
(Foto : Koleksi Sayap Jendela)
Pelaku pentas Sandur terdiri dari pemeran tokoh, yakni Germo, Cawik, Péthak, Balong, dan Tangsil, serta 10-20 orang Panjak Oré[1], Panjak Kendang (pengendang) dan Panjak Gong[2], Tukang Njaran (penari Jaranan), Tukang Ngalong[3], dua orang Srati dan seorang Pendhegar[4].

Tokoh Germo yang dilakoni Masnoen digambarkan memiliki karakter tetua, bijaksana dan merupakan identifikasi sebagai seorang pemimpin. Dalam pagelaran Sandur, peran seorang Germo lebih terlihat sebagai sutradara, dalang, dan sekaligus berperan sebagai dukun jika terjadi trans[5].

Akhir tahun ‘80-an dan awal tahun ‘90-an, kesenian Sandur mulai diangkat lagi setelah mati suri pasca tragedi ‘65. Kelompok Sandur “Sekar Sari” pimpinan Sukadi (Mbah Kadi alm) menghidupkan kembali sandur di wilayah Bojonegoro. Mbah Sukadi memiliki murid yang sekarang menjadi maestro Sandur di Bojonegoro, yaitu Masnoen. Masnoen pertama kali mengenal Sandur sejak SMA dididik olah Mbah Sukadi.  Sekarang Masnoen membina beberapa kelompok Sandur, antara lain Sandur “Kembang Desa”, Kelurahan Ledok Kulon, dan “Invalid-Lorong Putih” SMAN 1 Bojonegoro.

Anak didiknya yang benama Mukarom pun kini membina teater SMPN 1 Bojonegoro dengan Kelompok Sandur “Putih Biru”, juga Sandur anak di SD Muhammadiyah 2, kemudian di SMAN 4 Bojonegoro dengan “RARAS Bojonegoro”, dan Sandur anak Ngangkatan, Desa Mulyoagung. Moch. Mustakim (Takim) membina kelompok Sandur SDN Panjunan II. Adapula Moch. Surono membina teater SMP Muhammadiyah 9 Bojonegoro.

Kegigihan perjuangan kesenian Masnoen semakin menjadi – jadi. Kolaborasi apik dengan seniman Djagat Pramudjito, Eko Priyatno, dan istrinya sendiri Winarti, melahirkan sebuah wadah perjuangan kesenian yang semakin besar. Tahun 2011 lahirlah organisasi Sayap Jendela Art Laboratori, sebuah lembaga pengembangan dan pemberdayaan potensi seni di Kabupaten Bojonegoro. Organisasi yang bermarkas di Jl. Kapten Ramli No. 0, RT.002, RW.004, Kelurahan Ledok Kulon, Bojonegoro inilah rumah budaya yang melahirkan seniman – seniman muda ternama di Bojonegoro. Selain Sandur, kini telah lahir beberapa komunitas seni yang dikembangkan Sayap Jendela.
Eko Peye - Masnoen - Winarti - Djagat Pramudjito
(Foto : Koleksi Sayap Jendela)
Adapun bidang – bidang kesenian yang berkembang dalam naungan organisasi Sayap Jendela adalah sebagai berikut:
1.       Bidang Seni Rupa, (koordinator : Eko Priyatno)
a.         Studio Garis Bebas
b.         Komunitas Arti Rupa Bojonegoro
c.          Bojonegoro Sket Drawing
d.         Fotografi Asal Jepret

2.       Bidang Teater dan Film, (Koordinator : Masnoen)
a.         Sandur Kembang Desa
b.         Teater Antitesis
c.          Pantomim Ekspresif Mime Bojonegoro
d.         Sarap Mata : Komunitas Gambar Hidup

3.       Bidang Tari (Koordinator : Winarti)
·          Sangar Tari Hayu Ningrat Bojonegoro

4.       Bidang Musik (Koordinator : Djagat Pramudjito)
a.         Oklik Bojonegoro
b.        K2dORKesTra (Kelompok Kreatif dan Olah Rasa Kesenian Tradisional) 
c.          OKB (Orkes Keroncong Bojonegoro)
d.         Komunitas Seni Bunyi-bunyian Rumah Sakit Jiwa Bojonegoro (RSJ)
e.         Tutak Tutuk Gatuk (TTG)
Aksi Kalongking
(Foto : Koleksi Sayap Jendela)
Aksi Kalong - King
(Foto : Koleksi Sayap Jendela)

Novi BMW
PBB19, (untuk 29/01/2015 lalu)



[1] Sebutan para penyanyi tembang-tembang pengiring
[2] Peniup gong yang terbuat dari bumbung/bambu besar
[3] Pemain akrobat adegan Kalongking (naik & menari di atas sebuah tali yang di ikat pada dua buah tiang bambu yang menjulang tinggi)
[4] Pembantu Germo menanganiTukang Njaran pada saat ndadi atau in trance; link terkait http://www.sayapjendela.com/2015/02/sandur-riwayatmu-dulu.html

1 komentar: