Kamis, 22 Januari 2015

SUDAH RONTOK! TERTIMPA TEMBOK!

Sudah Rontok, Tertimpa Tembok
(Foto : Novi BMW, 22/01/2015)
Kamis (22/01/2015) pagi bersama teman dari Komunitas Banyu Nggawan Bodjanegara, Sdr. R.T. Sumitro[1] namanya. Ia kurus kering penyayang binatang serupa tikus tak berekor, Marmut disebutnya. Klo aq lihat sih hewan itu cocok jadi makan siangnya kucingku (rencana mo q buat oleh2 kucing tersayang). Namun kita kali ini tidaklah akan membahas tentang masalah “Marmut” vs “Kucing”. Melainkan pembahasan yang masih terkait PBB17 kamis lalu.
Bukan Marmut vs Kucing Broo
Kita awali dengan cerita bersama Mbah Wajih (69). Beliau adalah Juru Pelihara satu – satunya yang menangani peninggalan purbakala Perahu Kuno padang. Ia merupakan pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Ya beliau adalah petugas yang diangkat oleh Dinas Provinsi langsung. Untuk pemda Bojonegoro mungkin masih butuh waktu lagi untuk memberikan bantuan juru pelihara pada lahan objek perahu kuno yang luasnya sekitar 3000 m2 itu.

"Ngantor g harus dalam kantor"
Wawancara dengan Mbah Wajih sambil minum Legen pinggir Nggawan
(Foto : RT. Sumitro, 22/01/2015)
“dulu penemuan perahu tahun 2005, saya sampai nyelam 6 meter di bengawan tuk liat dasar perahu. Baru berhasil diangkat bersama – sama warga itu tahun 2007, karena didukung oleh Pak Budi[2]” ujarnya.

Sepuluh (10) tahun telah berlalu, namun hingga kini rencana pembangunan bangunan peneduh yang sejak awal pengangkatan telah dirancang belum terwujud. Adapun yang telah ada kini malah ambruk menimpa perahu kuno. Bangunan yang seharusnya melindungi, kini malah merusaknya.

“Ambruknya tembok kolam perahu itu pada tanggal 15 Desember 2015 lalu pas hujan deras. Sudah saya laporkan ambruknya itu ke Kantor Menanggal, Surabaya. Namun pihak provinsi mempertanyakan balik mengenai kepedulian Pemkab. Bojonegoro sebagai pemilik wilayah bagaimana?” ungkap Mbah Wajir.

“ya saya minta tolong dibuatkanlah cungkupan atau bangunan penenduh untuk perahu dan tembok yang dibangun diberi kerangka yang kuat supaya tidak roboh karena tanahnya gerak. Walau tidak 100% seperti konsep awal waktu penemuan dulu, minimal itu yang diusahakan dulu” imbuhnya atas harapan dari lubuk hati terdalam.
Reruntuhan tembok menimpa bangkai perahu kuno di Desa Padang
(Foto : Novi BMW, 22/01/2015)
Saya jadi teringat pertemuan dengan Dra. Endang Prasanti, MM pada saat rapat Pengurus Ikatan Ahli Arkeologi (IAAI) Komda Jawa Timur di Museum Mpu Tantular pada hari Sabtu (17/01/2015). Beliau yang juga sebagai Kepala Bidang Sejarah Museum dan Purbakala, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur turut prihatin atas bertambah rusaknya Perahu Kuno di Desa Padang. Beliau berharap segera dilakukan koordinasi antara Pemda. Bojonegoro dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur untuk strategi penyelamatan potensi Cagar Budaya tersebut. Jika perahu kuno di Desa Padang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat Provinsi, maka pihaknya siap untuk mengambil alih pelestariannya.  

Pada kesempatan yang sama, Drs. Yohanes Hanan Pamungkas, MA ketua IAAI provinsi Jawa Timur pun turut menyayangkan kerusakan parah yang terjadi pada bukti sejarah transportasi sungai utama di Bengawan Solo. Perahu Kuno di Desa Padang ini hingga sekarang masih menjadi satu – satunya bukti perahu kuno berbahan kayu sebagai alat transportasi Sungai di Pulau Jawa. Ia berharap antar instansi pemerintahan bisa saling sinergi, agar pelestarian potensi Cagar Budaya yang telah diamanahkan negara dalam Undang – Undang Nomor 11 tahun 2010 terlaksana dengan baik. Jangan sampai terkesan saling lempar tanggung jawab, sehingga objek yang perlu dilestarikan malah tidak terawat dan hancur.
Romie Harie (Arkeolog Perahu), Bu Endang Prasanti (Budpar Provinsi Jatim),
Hapsari Savitri (arkeolog dewan), Y. Hanan P (Arkeo-Antro Dosen)
dalam pertemuan IAAI Komda Jatim, Sabtu, 17/01/2015
(Foto : Novi BMW, 17/01/2015)
Sesungguhnya jalur Transportasi perahu sungai di Bengawan Solo telah ada sejak masa kerajaan bercorak Hindu – Budha berjaya di bumi Jawa. Hal ini terbukti ada banyaknya naditirapradesa (desa pelabuhan pinggir sungai) yang diabadikan dalam Prasasti Canggu (1358 M). Dalam prasasti peninggalan Sri Maharaja Hayam Wuruk itu, disebutkan ada 44 pelabuhan di tepian Bengawan Solo. Belum lagi ditambah naditirapradesa di sepanjang Bengawan Sigarada (Sungai Brantas).

Jalur perdagangan dan distribusi komoditi dari pusat – pusat pemerintahan di pedalaman menuju luar Pulau Jawa melalui jalur sungai berperan penting dalam eksistensi peradaban masyarakat Jawa. Temuan perahu Sungai berukuran besar baru ada tiga buah dan semua temuan tersebut ada di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Temuan tersebut adalah Perahu Kayu di Desa Padang, Kec. Trucuk (2005), Perahu Besi di Desa Kalang, Kec. Margomulyo (2012) dan Perahu Besi di Desa Ngraho, Kec. Gayam (2013). Sebenarnya masih ada lagi temuan perahu kuno, misalnya temuan perahu peninggalan Perang Dunia ke 2 di Desa Banjarsari, Kec. Trucuk tahun 2008, namun kini entah kemana lagi rimbanya?
Senjakala di Bendung Gerak Padang, Kab. Bojonegoro
(Foto : Novi BMW, 26/03/2015)
Lalu bagaimanakah perkembangan penyelamatan perahu ini? Kini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro sedang berusaha berkoordinasi dengan pihak Pemkab, Pemprov, dan juga BPCB Jatim. Telah dua minggu berlalu semenjak pelaporan pertama kerusakan perahu kuno ini dilaksanakan di tingkat dinas. Namun hingga kini proses penyelamatan masih pada tahap “revisi” Nota Dinas kepada Bupati. Telah lima (5) kali surat tersebut direvisi[3]. Jadi kita tunggu saja kelanjutan proses pelestarian potensi Cagar Budaya Perahu Kuno berbahan Kayu di Desa Padang, Kec. Trucuk ini. Yang jelas, Perahu kuno yang kayunya telah rontok, kini merana tertimpa tembok.

Novi BMW
PBB18, 22/01/2015


[1] R.T. : bukan singkatan dari “Raden Tumenggung” apalagi “Rukun Tetangga”, tapi singkatan dari  “Rachmad Tri”
[2] Salah satu tokoh masyarakat Padang yang kala itu menjadi salah satu anggota DPRD
[3] Revisi ke-5 pada Pkl.08.00 WIB, Kamis, 22/01/2015, satu jam sebelum ke Desa Padang menemui Mbah Wajih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar