Kamis, 30 Oktober 2014

SITUS PAYAMAN BOJONEGORO

Kisah Kasih di Dukuh Tinggang, di daerah ini mengandung cerita rakyat yang berhubungan dengan asal muasal bumi Balung Boto. Beginilah cuplikan kisah kasih tersebut :

"Pada suatu ketika ada buto (raksasa) yang lapar dengan lari datang dari daerah selatan, kemudain ia datang di dukuh Mituwon, berhentilah ia dirumah seorang janda. Didukuhan tersebut ia meminta agar dibuatkan makanan lezat oleh Si Janda. Karena takutnya Si Janda, maka iapun tergesa – gesa menanak nasi dan membuat lauk pauk berupa masakan ontong (jantung pisang). Ia tak sengaja melukai jarinya saat mengiris – iris jantung pisang. Darah pun bercucuran bercampur dengan irisan jantung pisang. Sajian spesial untuk sang raksasapun selesai, disantaplah dengan nikmat masakan dari Si Janda. Nikmat tak terkira hingga segarlah badannya. Namun kurang puas ia, bernafsulah raksasa ingin memakan dan menikmati segarnya darah Si Janda. larilah si Janda malang tersebut untuk mencari perlindungan. Akhirnya ia mendapatkan pertolongan dari Ki Ageng Prangi. Berperanglah Ki Ageng melawan raksasa, hingga tempat pertempuran tersebut kemudian dikenal dengan nama Desa Prangi. Pertempurann antara dua makhluk sakti tersebut berlangsung lama, kemudian Ki Ageng Prangi mengeluarkan busurnya dan memanah raksas tepat di dadanya. Raksasapun terdesak dan lari hingga mati dengan posisi mbreganggang. Tempat kematian raksas tersebut kini dikenal dengan nama Tinggang (maTi mbregaNggang). Bahkan hingga kini tulang – tulang raksasa yang disebut dengan istilah “balung buto” itu sering ditemukan oleh masyarakat. Itulah asal usul nama Desa Tinggang dan awal terciptanya Balung Buto (fosil)." 
Penambangan Balung Buto

Cerita tersebut cukup unik, dalam benak masyarakat fragmen tulang – tulang berukuran besar yang telah membatu dahulu disebut dengan istilah balung buto (tulang raksasa). Namun sperti yang kita ketahui, tulang – tulang yang telah membatu tersebut adalah fosil dari makhluk hidup yang telah tertimbun tanah ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu.

Dukuh Tinggang, Desa Payaman terkenal sejak lama sebagai salah satu pusat temuan Fosil. Namun sayang lokasi ini masih minim dari penelitian para arkeolog maupun geolog. Berbagai temuan fosil pun banyak yang diperjual belikan kepasar gelap. Menurut informasi dari pemerhati Cagar Budaya senior, Hary Nugroho, di daerah Kecamatan Ngraho - Padangan (Prangi, Payaman, sekitar) telah dikuasai sindikat jual beli fosil, terutama jaringan Sangiran.  Baik dari pihak masyarakat hingga pejabat desa telah lama tahu transaksi terlarang tersebut, namun hingga kini belum mampu dipotong, bahkan terdapat indikasi kuat terdapat oknum perangkat yang terlibat langsung dalam jaringan tersebut.

Kondisi lingkungan daerah Ngraho (Payaman) pun turut andil maraknya jual beli fosil dikalangan masyarakat desa. Tanah yang tidak subur, kurangnya potensi ekonomi disekitar desa membuat warga mudah dan menikmati iming – iming uang dari para pemburu fosil dan terlibat langsung dalam jaringan sindikat jual beli fosil tersebut.

Saat tim kami menelusuri informasi temuan fosil gading pada Kamis (30/10/2014), kami tiba dirumah yang dituju. Sayang penemu berinisial Sy tidak berada di rumah. Bahkan saat tim mewawancarai orang tuanya, mereka mengungkapkan bahwa temuan balung buto (fosil) itu hanya isu, dan desas desus yang tidak benar dari jaman dahulu. Melihat kondisi keluarga Sy yang menutup informasi maka tim memutuskan untuk survei langsung ke lokasi penambangan tanah (+fosil).

Sesampainya dilokasi salah SATU penambangan tanah, tim terkejut melihat luas nya area penambangan yang berpatasan (tidak jelas) dengan tanah Perhutani. Tim kemudian menuju ke gubuk tempat para pekerja beristirahat, dan disana ternyata baru ditemukan beberapa fragmen fosil. Fragmen fosil tulang pinggul Gajah Purba, Kepala Gajah Purba, fragmen tulang rusuk dan beberapa tulang yang belum teridentifikasi terkumpul di bawah gubuk.
Di anatara Temuan Balung Buto

Dari cerita para pekerja mereka telah lama bekerja dengan sdr, Sy dan jika menemukan fosil segera di kumpulkan kepadanya. Para pekerja ini sering memepertaruhkan nyawanya dalam pekerjaan penambangan tanah. Melihat lokasi penambangan, bahkan bukit tupun telah lama digerus dengan cara maual. Tebing area penambangan bahkan memiliki kemiringan 80 drajad. Bahkan dahulu ada teman kerja yang terjatuh saat merayap ke atas tebing untung mencungkil tanah.

Novi BMW

PBB15, Kamis, 30/10/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar